Banyak yang bilang, konsumsi softdrink kurang sehat. ya.. itu kembali kepada pola konsumsi setiap individu. tapi banyak hal menarik dibalik minuman ringan ini yaitu pada prosesnya.
Pada prinsipnya, pembuatan minuman berkarbonasi adalah mencapur air gula dengan sirup dan flavor kemudian diinjeksi gas karbondioksida pada suhu rendah dan tekanan tinggi. Ada sebuah TEKNOLOGI dibalik minuman berkarbonasi, mari kita kupas secara lebih lanjut :
1. Pencampuran Awal
Proses pencampuran dilakukan dengan mencampurkan gula rafinasi dengan air yang telah diberi perlakuan sehingga tidak sadah (treated water) kemudian diaduk dengan agitator yang berfungsi mencampurkan kedua zat secara turbulent sehingga didapatkankan campuran dengan viskositas dan brix tertentu.Setelah itu, larutan gula ini ditambahkan konsentrat dengan takaran tertentu manjadi beverage.
2. Pencampuran lanjut
Proses pencampuran selanjutnya adalah mencampurkan beverage dengan air dan gas CO2 dalam takaran tertentu sehingga menjadi minuman ringan yang siap dibotolkan. Yang menarik dari proses ini adalah pencampuran minman dengan karbondioksida.
Kelarutan Gas
Pada minuman berkarbonasi, digunakan ilmu mengenai kelarutan 2 jenis zat yang berbeda yaitu air dan CO2. Gas yang tidak larut dalam cairan, akan membentuk buih/foam. Tentu saja buih tidak diinginkan dalam proses filling atau pengisian karena akan mengurangi volume produk dalam kemasan. Untuk itu faktor-faktor yang mempengaruhi uaitu :
- Tekanan : jika tekanan yang digunakan untuk injeksi CO2 ke dalam minuman itu tinggi, maka kelarutan gas akan seakin baik (berdasarkan hukum Henry)
- Suhu : berbanding terbalik dengan tekanan, suhu yang tinggi akan mengurangi kelarutan gas karena saat suhu tinggi gas akan mengalami ekspansi atau perpindahan. Sehingga suhu optimum injeksi CO2 adalah 4 0C.
- Adanya gula/garam: air akan lebih senang berikatan dengan gula/garam yang bersifat polar sehingga kandungan gula/garam yang tinggi pada beverage akan menurunkan kelarutan gas. Air yang lebih banyak berikatan dengan gula atau garam menyebabkan gas akan keluar. Penggunaan aspartam (gula alkohol) akan meningkatkan kelarutan dalam softdrink karena bersifat non polar.
Proses pengisian/filling minuman berkarbonasi ke dalam botol atau kaleng dilakukan dengan tekanan tinggi dan suhu yang rendah, hal ini bertujuan untuk mencegah foaming . Harus ada proses penyetaraan tekanan botol dengan tekanan filler, untuk mencegah terjadinya penekanan pada botol, dan menyebabkan botol pecah. Setelah diisi, kemudian botol di tutup dengan crown.
Aspek Kemasan
Kemasan sangat menentukan kualitas softdrink. Tidak ada kan softdrink dalam kemasan kertas multilapis atau tetrapak? Karena minuman berkarbonasi mengandung gas CO2, dan inti dari kualitas terletak pada gas tersebut maka diperlukan kemasan yang tidak permeable dengan gas seperti botol kaca, PET, atau kaleng. Masing-masing punya plus minus tersendiri :
1. Botol kaca : sangat baik menahan CO2 tetapi berat, dan dari segi pengemasan kurang variatif. Tetapi cukup mengurangi "sampah" kemasan karena dapat diisi ulang (reusable)
2. PET : Polyethylene Terepthalate kurang baik menahan CO2, tetapi ringan
3. Kaleng : saat ini menjadi primadona pengemasan minuman berkarbonasi karena sifatnya cukup baik menahan CO2, praktis (disposible), dan variasi design kemasan mudah dikembangkan.
Mengenai efek soft drink, kembali ke masing-masing personal dalam mengatur pola konsumsi. tetapi, selalu ada hal menarik berbasis TEKNOLOGI yang dapat digali dari semua produk pangan. ^_^
